Friday, December 31, 2010

Traditional Knowledge as Folklor

Chapter Two :

Ada 4 prinsip dalam sistem HKI untuk menyeimbangkan kepentingan Individu dengan kepentingan Masyarakat :
a.    Prinsip Keadilan (The Principle of natural justice)
Pencipta yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan inteltktualnya wajar memperoleh imbalan baik berupa materi maupun bukan materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi, dan diakui atas hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan kepada Pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya yang disebut hak. Alasan meletakkannya hak pada HKI adalah penciptaan berdasarkan kemampuan intelektualnya. Perlindungan ini pun tidak terbatas di dalam negeri Pencipta sendiri, melainkan dapat meliputi perlindungan di luar batas negaranya.

b.    Prinsip Ekonomi ( The Economy Argument)
HKI yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia. Adanya nilai ekonomi pada HKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Pencipta mendapat keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya, misalnya dalam bentuk pembayaran royalti terhadap karyanya.

c.    Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument)
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan,peradaban, dan martabat manusia. Selain itu, akan memberikan keuntungan baik bagi masyarakat, bangsa maupun negara. Pengakuan atas kreasi, karya, karsa, cipta manusia yang dilakukan dalam sistem HKI diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat mendorong melahirkan ciptaan baru.

d.    Prinsip Sosial (The Social Argument)
Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai individu yang berdiri sendiri terlepas dari manusia yang lain, tetapi hukum mengatur kepentingan manusia sebagai warga masyarakat. Jadi, manusia dalam hubungannya dengan manusia lain sama-sama terikat dalam ikatan suatu kemasyarakatan.

Sistem HKI dalam memberikan perlindungan kepada Pencipta, tidak boleh diberikan semata-mata untuk memenuhi kepentingan individu atau persekutuan atau kesatuan saja, melainkan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat. 

UUHC memberikan perlindungan bagi pencipta berupa hak ekslusif yang timbul secara otomatis ketika ciptaan terwujud (intangible). Hak ekslusif sebagai hak monopoli terhadap ciptaan harus dibatasi agar tidak terjadi monopoli yang berlebihan.

Pengaturan dari kerajinan tradisional Kain Sasirangan daerah Kalimantan Selatan yang termasuk dalam kategori folklore terdapat dalam Pasal 10 ayat (2) UUHC 2002  yaitu :
“Negara memegang hak cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya.”

Sedangkan pengertian dari folklore itu sendiri adalah termasuk dalam Traditional Knowledge. Istilah Traditional Knowledge adalah istilah umum yang mencakup ekspresi kreatif, informasi dan know how yang secara khusus mempunyai ciri-ciri sendiri dan dapat mengidentifikasi unit sosial. Dalam banyak cara, bentuk Traditional Knowledge tidak seperti yang ada dalam istilah bahasa inggris sehari-hari. Bentuk khusus dari Traditional Knowledge merujuk kepada lingkungan pengetahuan tradisional (Traditional Environment Knowledge).

Traditional Knowledge mulai menjadi berkembang dari tahun ke tahun seiring dengan pembaharuan hukum dan kebijakan, seperti kebijakan pengembangan pertanian, keanekaragaman hayati (Biological Diversity), dan kekayaan intelektual (Intellectual Property). Masalah ini banyak menjadi diskursus di lingkungan organisasi internasional, seperti UNDP, UNESCO dan World Bank. 

Sementara itu masyarakat asli sendiri memiliki pemahaman sendiri yang dimaksud dengan Traditional Knowledge. Menurut mereka Traditional Knowledge adalah :
1.    Traditional Knowledge merupakan hasil pemikiran praktis yang didasarkan atas pengajaran dan pengalaman dari generasi ke generasi.
2.    Traditional Knowledge merupakan pengetahuan di daerah perkampungan.
3.    Traditional Knowledge tidak dapat dipisahkan dari masyarakat pemegangnya, meliputi kesehatan, spiritual, budaya, dan bahasa dari masyarakat pemegang. Hal ini merupakan way of life, Traditional Knowledge lahir dari semangat untuk bertahan (survive).
4.    Traditional Knowledge memberikan kredibilitas pada masyarakat pemegangnya.

Dari pemahaman tersebut diatas, Traditional Knowledge dapat diartikan sebagai pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat daerah atau tradisi yang sifatnya turun-menurun. Pengetahuan tradisional ini sendiri ruang lingkupnya sangat luas, dapat meliputi bidang seni, tumbuhan, arsitektur dan lain sebagainya.

World Intellectual Property Organization (WIPO) memberikan definisi pengetahuan tradisional, sebagai Pengetahuan yang mengacu pada sastra yang berupa budaya, karya seni atau ilmiah, pementasan, invensi, penemuan ilmiah, desain, merek, nama dan simbol-simbol, rahasia dagang, dan inovasi-inovasi yang berupa budaya dan ciptaan-ciptaan yang merupakan hasil kegiatan intelektual di bidang industri, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Pengetahuan tersebut juga mengacu kepada sistem pengetahuan, ciptaan-ciptaan, inovasi-inovasi, dan ekspresi budaya yang secara umum telah disampaikan dari generasi ke generasi dan secara umum dianggap berhubungan dengan orang-orang tertentu atau wilayahnya dan terus berkembang sebagai akibat dari perubahan lingkungan.”

Kelompok pengetahuan tradisional mencakup : pengetahuan pertanian, ilmu pengetahuan, pengetahuan ekologi (lingkungan), pengetahuan pengobatan, termasuk obat-obatan yang berkaitan dengan pengobatan, ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan keragaman hayati, ekspresi budaya tradisional (ekspresi folklore) dalam bentuk musik, tarian, nyanyian/lagu, kerajinan tangan, desain, cerita dan karya seni, elemen-elemen bahasa seperti nama, indikasi geografis dan simbol, dan barang-barang yang bernilai budaya.

Kategori pengetahuan tradisional mencakup pengetahuan pertanian, ilmu, teknik, lingkungan, kesehatan termasuk obat-obatan dan penyembuhan, pengetahuan mengenai keanekaragaman hayati, pernyataan folklore berupa musik, tari, lagu, kerajinan, desain, dongeng dan seni pentas, unsur bahasa seperti : nama, indikasi geografis dan simbol-simbol, dan kekayaan budaya yang dapat berpindah. Bukan termasuk pengetahuan tradisional seperti kegiatan intelektual industri, ilmiah, bidang sastra dan seni seperti peninggalan kemanusiaan, bahasa umumnya, dan warisan dalam pengertian luas.

Perkembangan dari suatu pengetahuan tradisional pada umumnya berlangsung di daerah dimana pengetahuan tradisional itu hidup dan berkembang. Salah satu  hal  yang  memegang  peranan  kuat  disamping  latar belakang budaya adalah adanya unsur spiritual. Kepercayaan dari suatu masyarakat telah terinternalisasi selama bertahun-tahun ke dalam pengetahuan tradisional yang mereka miliki. Kerajinan pahat kayu di Bali yang memiliki ciri khas berbentuk tangan dalam posisi doa menangkup satu sama lain dimana hasil ini merupakan gambaran dari spiritualitas masyarakat Bali yang telah terinternalisasi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Di tempat lain, kerajinan ukir Jepara memiliki motif-motif khas yang tidak dimiliki hasil dari kerajinan ukir di daerah lain. Kemudian motif batik, apabila diperhatikan dengan cermat, tiap daerah penghasil batik memiliki ciri khas masing-masing. Jika Anda seorang kolektor batik, sekali melihat corak sebuah kain batik, Anda bisa mengetahui di daerah mana batik itu dibuat.

Kerajinan pahat, kerajinan ukir, ataupun motif batik, hanya merupakan sebagian kecil dari pengetahuan tradisional. Sebenarnya, banyak benda-benda atau apa yang kita lakukan sehari-hari termasuk ke dalam pengetahuan tradisional yang tidak kita sadari. Penggunaan obat-obatan tradisional atau cara penyembuhan tradisional yang diajarkan oleh orang tua atau kakek nenek kita, pada dasarnya merupakan pengetahuan tradisional. Perabot rumah tangga yang indah atau kain tenun hasil tenunan tangan yang seringkali digunakan untuk menghias ruang tamu atau ruang keluarga bila diperhatikan memiliki bentuk atau corak yang mencerminkan budaya tradisional khas dari daerah tertentu. 

Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan pengetahuan tradisional, hendaknya kita dapat lebih menyadari bahwa itulah kekayaan bangsa kita, yang dalam hal tertentu sangat diminati oleh bangsa lain, namun kita yang memilikinya tidak memberikan perlindungan yang selayaknya. Pengetahuan tradisional apabila dikelola dengan baik dapat menjadi aset bangsa yang sangat berharga dan meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya. 

Tuesday, December 28, 2010

KERANGKA PEMIKIRAN "FOKLOR SEBAGAI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)"

Chapter one :

Perlindungan Hak cipta memberikan hak ekslusif pada pencipta suatu karya (author) untuk sepenuhnya memanfaatkan karya mereka secara komersial/non komersial dengan memperoleh hak-hak moral yang dilindungi hukum.

Konsepsi perlindungan hukum terhadap HKI sendiri didasarkan pada beberapa teori. Pada teori hukum, teori dimaksudkan untuk mempermudah kita memperoleh suatu pemahaman teoretikal yang lebih baik secara global dan memberikan suatu penjelasan global tentang gejala-gejala hukum.  Dan tugas teori hukum adalah “membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi”.

Ada 2 (dua ) teori secara filosofis terkait anggapan hukum bahwa HKI adalah suatu sistem kepemilikan (Property). Teori tersebut dikemukakan oleh Jhon Locke yang sangat berpengaruh di Negara Penganut Common Law system dan Teori Hegel  berpengaruh pada Negara Penganut Civil Law System.

Jhon Locke mengajarkan konsep kepemilikan (Property) kaitannya dengan Hak Azasi Manusia (Human Rights) dengan pernyataannya :”Life, Liberty and Property”. Selanjutnya Jhon Locke menerangkan mengenai apa yang disebut fundamental human entitlement , bahwa jika seseorang yang bekerja secara efektif, upaya dan pengorbanannya akan memberikan hak baginya untuk memiliki lebih banyak produk daripada orang lain yang kurang produktif.

Namun dalam tindakannya seseorang tidak diperkenankan oleh haknya untuk merugikan hak asasi orang lain. Seseorang tidak berhak untuk merugikan orang lain atau untuk menghambat akses mereka pada masyarakat. Jhon Locke mengembangkan teori The Fruit of Labour yang intinya adalah setiap individu memiliki hak alami (natural rights) untuk memiliki buah atas jerih payahnya.

Frederich Hegel memberikan konsep “right, ethic and state” yang intinya sebagai eksistensi dari kepribadian. Kekayaan adalah cara seorang individu mengekspresikan kehendaknya secara personal dan tunggal.
Baik konsepsi Jhon Locke dan Hegel berawal dari teori Hukum Alam yang bersumber dari moralitas tentang apa yang baik dan apa yang buruk.

Selain Jhon Locke dan Hegel, Hugo Grotius berpendapat  mengenai masalah pemilikan. Dia berpendapat bahwa semua benda pada mulanya tidak ada pemiliknya (res nullius) tetapi manusia kemudian mengadakan persetujuan membagi benda-benda itu. Benda-benda yang baru ditemukan kemudian oleh seseorang dijadikan “milik” orang tersebut (occupation). Maka timbulah penguasaan secara individual untuk menggunakan benda yang dimilikinya, termasuk untuk mengalihkan dengan penghibahan antara orang-orang yang masih hidup (inter vivos) atau dengan pewarisan.

Kemudian Samuel Pfufendorf menyatakan bahwa pada mulanya semua benda adalah kepunyaan bersama (res communes) orang-orang dalam perkauman. Menurut pakta tersebut tidak seorangpun yang memiliki benda apapun yang ada dan diduduki oleh mereka pada waktu itu. Apa yang tidak ada dan tidak diduduki pada waktu itu, dapat diperoleh dengan penemuan dan pendudukan oleh orang lain. Kemudian dengan persetujuan bersama perkauman semacam itu dihapuskan sehingga muncul pemilikan pribadi.

Ide dasar dari teori Hukum Alam adalah kekayaan intelektual merupakan milik sang kreator. Sehingga, menjadi wajar jika kepada sang kreator diberikan perlindungan terhadap setiap hak yang melekat pada invensinya. 

Teori inovasi mengajarkan bahwa salah satu pemicu bagi munculnya penemuan (invention) dan penyempurnaan produk dan proses (inovasi) adalah karena adanya merit atau reward system yang berfungsi sebagai motivator bagi penemuan – penemuan dan inovasi selanjutnya. Mereka yang sepaham dengan teori reward atas inovasi, menuntut agar setiap karya cipta yang dihasilkannya mendapat penghargaan dari penggunanya. Penghargaan pada umumnya tidak saja berupa social recognition, tetapi juga economic benefits. Turunan dari teori inilah yang pada hari ini kita saksikan antara lain dengan praktek – praktek pemilikan hak cipta, lisensi, franchising, paten dan hak merek.

Perlindungan hukum dalam perspektif teori sangat diperlukan sebagaimana dijelaskan dalam teori bahwa perlindungan yang diberikan pada pencipta dan ciptaanya, identik dengan penghargaan yang diberikan atas usaha atau upaya seorang pencipta. Penghargaan ini akan memberikan rangsangan bagi seorang pencipta untuk menciptakan karya-karya intelektual baru sehingga akan menghasilkan keuntungan sebagaimana dalam incentive theory.

Menurut risk theory  perlindungan terhadap pencipta atau ciptaannya selain sebagai penghargaan juga dipandang sebagai hak yang sudah sewajarnya diterima oleh seorang pencipta atau penemu, karena dalam rangka menghasilkan ciptaan dan atau temuannya telah melalui berbagai resiko.

Pengertian pemilikan (ownership) merupakan suatu lembaga sosial dan hukum yang terkait dua hal, yaitu “pemilik (owner) dan sesuatu benda yang dimiliki (something owned). Apabila konsep “milik” dan “kekayaan” dikaitkan dengan konsep tentang “hak” (right) maka didalam hukum dikenal hak yang menyangkut pemilikan dan hak yang menyangkut perbendaan. Pada dasarnya “hak perbendaan” meliputi juga “hak pemilikan” karena pemilikan tidak bisa lain kecuali selalu merujuk ke suatu benda tertentu.

KUH Perdata Indonesia mengatur hukum benda dalam Buku II dan pengaturannya didasarkan sistem tertutup, dalam arti tidak dapat diadakan hak kebendaan baru selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Hukum benda, merupakan sub sistem dari hukum perdata di dalamnya diatur mengenai pengertian kebendaan, pembendaan, macam benda dan macam hak kebendaan. Pasal 499 KUH Perdata menyebutkan bahwa benda merupakan tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dikuasai oleh hak milik .

Kemudian untuk pasal 499 KUH perdata Prof. Mahadi menawarkan rumusan lain dari pasal ini dapat diturunkan kalimat sebagai berikut : yang dapat menjadi objek hak milik adalah benda itu terdiri dari barang dan hak.

Selanjutnya sebagaimana diterangkan oleh Prof. Mahadi barang yang dimaksudkan oleh pasal 499 KUH perdata tersebut adalah benda materiil (stoftelijk voorwerp), sedangkan hak adalah benda immateriil. Uraian ini sejalan dengan klasifikasi benda menurut pasal 503 KUH Perdata, yaitu penggolongan benda kedalam kelompok benda berwujud (bertubuh) dan benda tidak berwujud (tidak bertubuh).

Menurut Pitlo, hak immateriil tidak mempunyai benda (berwujud) sebagai objeknya. Oleh karena itu hak milik immateriil itu sendiri dapat menjadi objek dari suatu hak benda. Hak benda adalah hak absolut atas suatu benda berwujud, tetapi ada hak absolut yang objeknya bukan benda berwujud. Itulah yang disebut dengan Hak Atas kekayaan Intelektual.

Di dalam hak cipta sebagai suatu hak milik, selain terkandung hak moral dan ekonomi juga terkandung fungsi sosial. Menurut sistem hukum Indonesia, setiap hak milik mempunyai fungsi sosial termasuk juga Hak Kekayaan Intelektual. Fungsi sosial tersebut mengandung makna bahwa hak milik disamping untuk kepentingan pribadi pemiliknya, juga untuk kepentingan umum. Kepentingan umum merupakan pembatasan terhadap penggunaan hak  milik pribadi yang diatur undang-undang. Pembatasan tersebut diatur dalam Pasal 14, pasal 16, pasal 17, dan pasal 18 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Perlindungan Hukum dalam perspektif teori sangat diperlukan sebagaimana dijelaskan dalam beberapa teori bahwa perlindungan diberikan kepada pencipta dan ciptaannya, identik dengan penghargaan yang diberikan atas usaha atau upaya seorang pencipta. Dalam hubungan kepemilikan terhadap hak cipta, hukum bertindak dan menjamin Pencipta untuk menguasai dan menikmati secara ekslusif hasil karyanya itu dan jika perlu dengan bantuan negara untuk penegakan hukumnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum adalah kepentingan pemilik Hak Cipta baik secara individu maupun kelompok sebagai subyek hak. Untuk membatasi penonjolan kepentingan individu, hukum memberikan jaminan tetap terpeliharanya kepentingan masyarakat. Jaminan ini tercantum dalam sistem HKI yang berkembang menyeimbangkan antara dua kepentingan yaitu pemilik Hak Cipta dan kebutuhan masyarakat umum.

Tuesday, November 16, 2010

KORUPSI DAPATKAH BERDAMPAK SISTEMIK

KORUPSI DAPATKAH BERDAMPAK SISTEMIK

Membaca headline surat kabar, running text maupun news di internet mengenai kasus Gayus Tambunan sungguh menggelitik hati.

Antara ingin marah, ingin protes, cemburu, dongkol dan geli.

Marah karena begitu mudahnya hukum dibeli, protes karena begitu mudahnya aparat hukum tergoda uang, cemburu karena merasakan ketidakadilan antara koruptor dan pencuri ayam, dongkol karena ini bukan kali pertama terjadi di Indonesia dan geli karena akhirnya terbongkar juga mafia dalam kepolisian.

Apa yang dimaksud berdampak sistemik?

Sistemik diambil dari kata sistem, kerusakan sistemik berarti kerusakan menyeluruh pada stabilitas yang ada. Sistemik artinya kekacauan yang besar yang menghasilkan efek domino atas kekacauan yang lebih besar.

Harus diakui, bahwa korupsi di Indonesia sekarang ini sudah merembes ke segala aspek kehidupan, ke semua sektor, dan segala tingkatan baik di pusat maupun di daerah. Betapa berbahayanya korupsi itu, digambarkan secara tegas oleh Athoil Noffit seorang kriminolog dari Australia sebagaimana dikutip oleh Baharuddin Lopa, bahwa “sekali korupsi dilakukan, apalagi kalau dilakukan oleh pejabat-pejabat yang lebih tinggi, maka korupsi itu akan tumbuh dengan subur. Tiada kelemahan yang lebih besar pada suatu bangsa dari pada korupsi yang merembes ke semua tingkat pelayanan umum.
Korupsi melemahkan garis belakang baik dalam damai maupun dalam perang”.

Korupsi merupakan suatu penyakit masyarakat yang menggerogoti kesejahteraan rakyat dan menghambat pelaksanaan pembangunan Nasional. Oleh karena itu tindak pidana korupsi harus diberantas, yakni dengan usaha-usaha yang menyeluruh dan terpadu, baik dalam bidang preventif maupun represif, sehingga masalah korupsi dapat diatasi dengan efektif dan efisien.

Seandainya Hukum di Indonesia tidak segera di benahi, mungkinkah terlambat, mungkinkah hukum tidak lagi dipercaya oleh masyarakat, mungkinkah muncul tindakan main hakim sendiri, mungkinkah aparat dipandang sebelah mata, mungkinkah timbul kekacauan sistemik (bukan hanya Bank Century saja yang berdampak sistemik).
Hmm..who knows…

Baca : Reformasi hukum

Thursday, October 14, 2010

PENGENAAN SEWA TANAH DI BANTARAN SUNGAI

PENGENAAN SEWA TANAH DI BANTARAN SUNGAI, TEPATKAH?

Salah satu aset tanah milik Pemerintah Daerah adalah tanah yang berada pada bantaran Sungai. Melalui Dinas Pendapatan Pemerintah Daerah, tanah tersebut dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dengan cara menyewakan kepada warga masyarakat.

Kondisi tersebut umum terjadi di Negara tercinta ini, sebagai contoh kasus :
Sejak berpisah dari provinsi Jawa Barat enam tahun lalu, Provinsi Banten melakukan sewa tanah disepanjang bantaran sungai-sungai yang ada di Banten, seperti sungai Cisadane dan sungai Ciujung. Bantaran itu disewakan kepada pihak ketiga dengan harga sewa Rp 100 pertahun/ meter. Retribusi sewa tanah bantaran ini mampu menyumbang ke kas daerah sebesar Rp 200 juta pertahun." 60 persennya dari sungai Cisadane,". Selama bantaran sungai itu disewakan, ada syarat yang harus dipatuhi dan punya aturan main. Antara lain, bangunan atau fasilitas tidak berada digaris sepadan sungai dan tidak boleh ada bangunan permanen.

Bila di Jakarta telah terjadi penggusuran rumah-rumah di Bantaran Kali Ciliwungnya maka di Kali Surabaya masyarakat beberapa tahun terakhir mulai membangun rumah-rumah, bedanya sebagian besar rumah yang digusur di wilayah Ciliwung terdiri dari rumah-rumah yang berdinding triplek dan plastik (tidak permanen ). Di Kali Surabaya rumah-rumah dibangun secara permanent dengan tembok beton, bertingkat, bahkan tidak sedikit dijumpai Gudang-gudang pabrik dan tempat usaha (pencucian mobil, penimbunan besi tua, dan Show room mobil). Hak yang diberikan oleh dinas pengairan adalah hak sewa tanah bukan pendirian bangunan atau usaha yang lain
(catatan jawaban kepala bidang bina manfaat bantaran kali Surabaya dinas PU pengairan Jawa Timur).

Masyarakat yang tinggal di Bantaran Sungai pada umumnya kelompok ekonomi bawah dan atau pendatang yang notabene berpendidikan dan berpenghasilan rendah, bukankah akan menimbulkan kesulitan pada saat penggusuran / normalisasi karena asumsi masyarakat di bantaran sungai bahwa mereka telah membayar sewa artinya telah memiliki izin untuk tinggal dan menetap di Bantaran Sungai secara legal / sah. Permasalahannya adalah :
a. Apa Dasar penarikan sewa tanah oleh Pemerintah Daerah?
b. Apakah tepat pengenaan sewa kepada masyarakat yang tinggal di Bantaran Sungai?
c. Bagaimana solusi kedepannya?

Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah menjelaskan bahwa Pemanfaatan merupakan pendayagunaan barang milik daerah yang tidak dipergunakan sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD dalam bentuk pinjam pakai, sewa, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna dengan tidak merubah status kepemilikan.
a. Dasar Pengenaan Sewa Tanah oleh Pemerintah Daerah

Sesuai Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dijelaskan bahwa penyewaan merupakan penyerahan hak penggunaan/ pemanfaatan kepada Pihak Ketiga, dalam hubungan sewa menyewa tersebut harus memberikan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahunan untuk jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun secara berkala.

Penyewaan merupakan penyerahan hak penggunaan/ pemanfaatan kepada Pihak Ketiga, dalam hubungan sewa menyewa tersebut harus memberikan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahunan untuk jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun secara berkala.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa jenis barang milik daerah yang dapat disewakan, antara lain:
1) Mess/Wisma/Bioskop dan sejenisnya.
2) Gudang/Gedung.
3) Toko/Kios,
4) Tanah.
5) Kendaraan dan Alat-alat besar.

Penyewaan dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Penyewaan barang milik daerah hanya dapat dilakukan dengan pertimbangan untuk mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah.
2) Untuk sementara waktu barang milik daerah tersebut belum dimanfaatkan oleh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
3) Barang milik daerah dapat disewakan kepada pihak lain/Pihak Ketiga;
4) Jenis-jenis barang milik daerah yang disewakan ditetapkan oleh Kepala Daerah.
5) Besaran sewa ditetapkan oleh Kepala Daerah berdasarkan hasil perhitungan Tim Penaksir.
6) Hasil penyewaan merupakan penerimaan daerah dan disetor ke kas daerah.
7) Dalam Surat Perjanjian sewa-menyewa harus ditetapkan :
(a) jenis, jumlah, biaya dan jangka waktu penyewaan.
(b) biaya operasi dan pemeliharaan selama penyewaan menjadi tanggung-jawab penyewa.
(c) persyaratan lain yang dianggap perlu.

Jangka waktu penyewaan maksimal 5 (lima) tahun dan dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang, sedangkan Prosedur penyewaan adalah melalui :
1) pengusulan penyewaan.
Kepala SKPD mengusulkan kepada Kepala Daerah melalui pengelola atas barang milik daerah yang akan disewakan, dalam pengusulan tersebut dilengkapi data barang dan apabila dipandang perlu dapat dibentuk Panitia Penyewaan.
2) kewenangan penyewaan.
Penyewaan tanah dan/atau bangunan milik Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah dan penyewaan sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna serta selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola.
3) batasan penyewaan.
Dalam Keputusan tentang penyewaan barang milik daerah harus memuat secara tegas antara lain:
(a) data mengenai barang milik daerah yang akan disewakan.
(b) ketentuan pelaksanaan diatur lebih lanjut dalam Surat Perjanjian Sewa Menyewa.
(c) Surat Perjanjian Sewa Menyewa memuat antara lain:
(1) data barang milik daerah yang disewakan;
(2) hak dan kewajiban dari pada kedua belah pihak;
(3) jumlah/besarnya uang sewa yang harus dibayar oleh Pihak Ketiga;
(4) jangka waktu sewa-menyewa;
(5) sanksi;
(6) ketentuan lain yang dipandang perlu terutama mengenai batasan-batasan penggunaan barang milik daerah yang disewakan kepada Pihak Penyewa.
(7) surat Perjanjian Sewa Menyewa tersebut ditandatangani oleh pengelola atas nama Kepala Daerah dengan Pihak Penyewa.
(8) hasil penyewaan barang milik daerah disetorkan ke kas daerah.
(9) segala biaya yang diperlukan dalam rangka persiapan pelaksanaan penyewaan barang milik daerah ditanggung oleh Pihak Penyewa.
Dari penjelasan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Daerah tersebut diatas jelas bahwa Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk menyewakan aset daerah dengan ketentuan tertentu dalm rangka pendayagunaan aset daerah yang belum dimanfaatkan.

b. Pengenaan sewa kepada masyarakat yang tinggal di Bantaran Sungai

Sebelum kita membahas pengenaan sewa di Bantaran Sungai, hendaknya kita perlu mengetahui pengertian dasar seputar bantaran sungai.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 1991 tentang Sungai
Pasal 1 :
 Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan;
 Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai;
 Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam;
Berdasarkan penjelasan pasal 1 yang dimaksud dengan palung sungai adalah cekungan yang terbentuk oleh aliran air secara alamiah, atau galian untuk mengalirkan sejumlah air tertentu.
 Bangunan sungai adalah bangunan yang berfungsi untuk perundungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai;
Berdasarkan penjelasan pasal 1 yang dimaksud bangunan sungai adalah misalnya bendungan, bendung, tanggul, pintu air, bangunan pembagi banjir, krib, bangunan pelindung tebing dan sebagainya
 Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai.

Pasal 5 :
 Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
 Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh Pejabat yang berwenang.
 Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh Pejabat yang berwenang.
Berdasarkan penjelasan pasal 5 ayat (3) disebutkan bahwa mengingat tingkat kepadatan penggunaan lahan di daerah perkotaan terutama yang terletak di sepanjang jalan sangat tinggi, maka penetapan garis sempadan sungai yang berada pada lokasi tersebut perlu ditetapkan lain dengan ketentuan yang berlaku bagi garis sempadan sungai pada umumnya.

Pasal 21 :
Bantaran sungai, daerah retensi, dataran banjir dan waduk banjir selain berfungsi untuk pengendalian banjir dapat pula dimanfaatkan untuk kepentingan lain yang berguna bagi masyarakat di sekitarnya dengan syarat-syarat dan tata cara yang ditetapkan Menteri.
Penjelasan pasal 21 disebutkan bahwa dalam keadaan aman, bantaran sungai, daerah retensi, dataran banjir dan waduk banjir, merupakan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan tertentu, akan tetapi penggunaannya perlu diatur dengan maksud agar dicapai kemanfaatan yang setinggi-tingginya tanpa merusak fungsi sungai dan bangunan sungai. Hal-hal yang perlu diatur misalnya mengenai jenis tanaman yang boleh ditanam dipilih yang tidak akan mengganggu fungsi bantaran dan/atau daerah sempadan yang bersangkutan dan larangan menanam tanaman keras dan sebagainya.
Berdasarkan penjelasan pasal 4 Peraturan Pemerintah ini, yang termasuk dalam daerah manfaat sungai adalah mata air, palung sungai, dan daerah sempadan yang telah dibebaskan. Yang termasuk dalam daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan yang tidak dibebaskan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah penguasaan sungai dan Bekas Sungai dijelaskan sebagai berikut:

Pasal 1 :
 Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai;
 Daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
 Daerah Manfaat Sungai adalah mata air, palung sungai dan daerah sempadan yang telah dibebaskan.
 Daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan yang bisa dibebaskan.

Pasal 11
(1) Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan tertentu sebagai berikut:
a. Untuk budidaya pertanian, dengan jenis tanaman yang diizinkan;
b. Untuk kegiatan niaga, penggalian, dan penimbunan;
c. Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan , serta rambu-rambu pekerjaan;
d. Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum;
e. Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik umum maupun kereta api;
f. Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan kemasyarakatan yang tidak menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai;
g. Untuk pembangunan prasarana lalu lintas air dan bangunan pengambilan dan pembuangan air.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejbat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk olehnya, serta memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
(3) Pejabat yang berwenang dapat menetapkan suatu ruas di daerah sempadan untuk membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan sungai yang diperlukan, dengan ketentuan lahan milik perorangan yang diperlukan diselesaikan melalui pembebasan tanah.

Pasal 12
Pada daerah sempadan dilarang:
a. Membuang sampah, limbah padat atau cair;
b. Mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha.

Dari uraian diatas ditarik kesimpulan bahwa bantaran sungai dalam hal ini adalah daerah sempadan sungai merupakan jalur hijau yang pemanfaatan dan larangan sudah diatur, oleh karena itu penulis berpendapat bahwa pengenaan sewa tanah kepada bangunan masyarakat yang pada dasarnya tidak boleh berdiri adalah ibarat me-”legal”-kan bangunan tersebut karena berarti Pemerintah Daerah mengakui keberadaan bangunan tersebut sehingga ditarik biaya sewa.

c. Kesimpulan dan Solusi ke depan

- Daerah sempadan adalah daerah kanan kiri sepanjang sungai dihitung dari bibir sungai ke arah luar, lebar daerah sempadan minimal adalah 5 meter tetapi tergantung dari kondisi sungai jadi dalam hal ini Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan menetapkan daerah sempadan dengan usulan dari dinas terkait dengan melihat kondisi geografis sungai.

- Daerah manfaat sungai adalah daerah sepanjang sungai termasuk didalamnya adalah daerah sempadan sungai, daerah sempadan merupakan bagian dari dari manfaat sungai.
- Daerah penguasaan sungai adalah daerah manfaat sungai ditambah dataran banjir banjir/dataran.

- Pemanfaatan daerah sempadan adalah untuk jalur hijau sebagaimana diatur dalam pasal 11 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 63/PRT/1993 tanggal 27 Februari 1993 yang hingga saat ini belum ada perubahan.

- Berdasarkan Permen PU tersebut diatas maka kriteria daerah sempadan sungai dapat disimpulkan sebagai berikut:




- Perlu adanya ketegasan dan usaha ekstra bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan sosialisasi pentingnya daerah sempadan, dengan adanya sosialisasi diharapkan bisa mengetuk hati masyarakat kecil yang tinggal di daerah bantaran sungai.

- Perlunya disusun Peraturan Daerah dengan terlebih dahulu melakukan study kelayakan dalam menentukan daerah sempadan sungai karena faktor karakteristik dan adat masyarakat setempat, misal di daerah Kalimantan Selatan sungai adalah ciri kehidupan budaya air dari orang Banjar sehingga dalam membuat Perda perlu lebih arif dan mengakomodir budaya tersebut.


Daftar Referensi :
- Undang Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
- Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah jo Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah penguasaan sungai dan Bekas Sungai.
- Peraturan Menteri Dalam Negeri No 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah
- http://www.tangerangkota.go.id/?tab=berita&tab2=20&hal=4&id=670 diakses 16 Juli 2010.
- http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1294 diakses 16 Juli 2010
- http://www.sumbarprov.go.id/detail_artikel.php?id=195 diakses 16 Juli 2010
- http://kissfmjember.com/2010/05/12/jember-berpotensi-kehilangan-aset-tanah-di-kawasan-bantaran-sungai/ diakses 16 Juli 2010
- http://bataviase.co.id/node/112278 diakses 16 Juli 2010
- http://www.jkmhal.com/main.php?sec=content&cat=1&id=10156 diakses 16 Juli 2010

PEMBAJAKAN PROGRAM KOMPUTER DI INDONESIA

PERAN BPK RI DALAM RANGKA PEMBERANTASAN
PEMBAJAKAN PROGRAM KOMPUTER DI INDONESIA

Dalam Undang-undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang dimaksud Program Komputer atau Software adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi- instruksi tersebut.

Perlu dipahami bahwa pada saat membeli program komputer (Software), sebenarnya bukan program yang dibeli akan tetapi membeli lisensi untuk menggunakannya. Lisensi adalah suatu izin yang memberi hak untuk dapat menginstal program tersebut ke dalam komputer. Jika menyalin program tersebut melebihi izin lisensi dan/atau menginstal program tanpa lisensi, berarti telah melakukan pelanggaran Hak Cipta atau pembajakan.
Software adalah produk digital yang mudah digandakan dengan tidak mengurangi kualitasnya, sehingga produk hasil bajakan akan berfungsi sama seperti software yang asli. Adapun bentuk-bentuk pelanggaran Hak Cipta atau pembajakan software dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :

1. Pemuatan ke dalam hard disk. Perbuatan ini biasanya dilakukan jika kita membeli komputer dari toko-toko komputer, di mana penjual biasanya meng-instal sistem operasi beserta software-software lainnya sebagai bonus kepada pembeli komputer.

2. Softlifting, yaitu dimana sebuah lisensi penggunakan sebuah software dipakai melebihi kapasitas penggunaannya. Misalnya membeli satu software secara resmi tapi kemudian meng-install-nya di sejumlah komputer melebihi jumlah lisensi untuk meng-install yang diberikan.

3. Pemalsuan, dengan cara menyalin software asli atau melakukan Ilegal downloading yakni men-download software dari internet secara illegal kemudian memproduksi, menyewakan atau menjual software-software bajakan biasanya dalam bentuk CD ROM, yang banyak dijumpai di toko buku, pusat-pusat perbelanjaan, atau tempat penyewaan software.

Saat dikeluarkannya Undang-undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta diharapkan pembajakan bisa ditekan, diberantas sampai ke akar-akarnya sehingga tercipta iklim persaingan yang sehat dengan adanya perlindungan hukum. Implementasi UU hak cipta ternyata tidak menghasilkan solusi sesuai harapan, tidak dapat menurunkan tingkat pembajakan secara signifikan. VCD/DVD film, musik, dan software bajakan masih dijual bebas di pasaran.
Berdasarkan Studi Tahunan ke-6 tentang Pembajakan Piranti Lunak (Software) Dunia pada tanggal 12 Mei 2009, Business Software Alliance (BSA) sebagai Asosiasi Bisnis Piranti lunak dunia menyatakan bahwa setelah dua tahun berturut-turut mengalami penurunan yaitu tahun 2006 dan 2007, tingkat pembajakan software di Indonesia naik 1 poin menjadi 85 persen di Tahun 2008.

Tingkat pembajakan di Indonesia sbb :

2004 2005 2006 2007 2008
87% 87% 85% 84% 85%


Dalam hal tingkat pembajakan, pada Tahun 2008 Indonesia menempati rangking 12 dengan presentase pembajakan sebesar 85%.

Peran Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

Berdasarkan Undang-undang No 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dijelaskan dalam pasal (1) bahwa Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sedangkan dalam pasal 6 ayat (1) Undang-undang ini menegaskan bahwa BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

Terkait Pogram Komputer (software) dapat dijelaskan bahwa Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara dalam pelaksanaan rencana kerja tidak lepas dari melakukan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa salah satunya perangkat Teknologi Informasi (TI) baik berupa Laptop/Notebook dan Personal Komputer (PC).

Secara singkat dapat di contohkan, pada suatu Pemerintah Daerah untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) apabila dalam suatu Tahun Anggaran akan melakukan pembelian Laptop/Notebook atau Personal Komputer (PC) sebelumnya harus ditetapkan dalam Rencana Kerja Anggaran SKPD (RKA-SKPD), dan dengan berdasar RKA tersebut disusun Dokumen Pelaksana Anggaran SKPD (DPA-SKPD) sebagai panduan pelaksanaan Program dan kegiatan SKPD.

Ketentuan Hukum

1. Undang-undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta :
• Pasal 1 point 14 menjelaskan bahwa Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu;
• Pasal 2 ayat (2) menjelaskan bahwa Pencipta dan/atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial;

Dari dua pasal tersebut dipahami bahwa sebagai pemegang hak cipta, pencipta dan/atau pemegang Hak Cipta memiliki hak untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan dan memperbanyak ciptaannya dengan Lisensi. Sehingga bagi pengguna yang tidak memiliki Lisensi artinya tidak mempunyai izin untuk melakukan penginstalan ke dalam komputer akan dapat disebut melakukan pembajakan dan dapat dijerat dengan Undang-undang ini. Lebih lagi bagi para pengguna yang dengan sengaja tanpa mempunyai lisensi menggunakan software untuk kepentingan komersial.
• Dalam Penjelasan pasal 72 ayat (3), ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan memperbanyak penggunaan adalah menggandakan, atau menyalin program komputer dalam bentuk kode sumber (source code) atau program aplikasinya. Kemudian yang dimaksud dengan kode sumber adalah sebuah arsip (file) program yang berisi pernyataan-pernyataan (statements) pemrograman, kode-kode instruksi/perintah, fungsi, prosedur dan objek yang dibuat oleh seorang pemrogram (programmer).
Selanjutnya dicontohkan dalam penjelasan pasal ini, misal A membeli program komputer dengan hak Lisensi untuk digunakan pada satu unit komputer, atau B mengadakan perjanjian Lisensi untuk pengunaan aplikasi program komputer pada 10 (sepuluh) unit komputer. Apabila A atau B menggandakan atau menyalin aplikasi program komputer di atas untuk lebih dari yang telah ditentukan atau diperjanjikan, tindakan itu merupakan pelanggaran.

2. Keputusan Presiden No 80 Tahun 2003 jo Peraturan Presiden No 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
• Dalam lampiran I mengenai syarat-syarat umum kontrak, dalam ketentuan umum point 5 tentang Hak Paten, Hak Cipta, dan Merek dijelaskan bahwa hak paten, hak cipta, dan merek adalah ketentuan yang mengatur kewajiban penyedia barang/jasa untuk melindungi pengguna barang/jasa dari segala tuntutan atau klaim dari pihak ketiga atas pelanggaran hak paten, hak cipta, dan merek.
• Dalam lampiran I mengenai Pengadaan Barang dalam point (f) tentang Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual, dijelaskan Penyedia barang harus menjamin pengguna barang bahwa barang yang diserahkan tidak melanggar hak atas kekayaan intelektual sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyedia Barang/Jasa menurut Keputusan Presiden ini adalah badan usaha atau orang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/layanan jasa, sedangkan Pengguna Pengguna barang/jasa adalah kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek/pengguna anggaran Daerah/pejabat yang disamakan sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam lingkungan unit kerja/proyek tertentu.

Berdasarkan uraian tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa :

1. Dalam proses suatu pengadaan khususnya Laptop/Notebook atau Personal Komputer (PC) harus ditetapkan di dalam RKA dan DPA sebelum tahun anggaran berjalan perihal harga satuan, spesifikasi dan kuantitas barang, dan apabila dalam tahun berjalan terdapat perubahan harga satuan yaitu jika harga pasar lebih tinggi maka dilakukan penyesuaian dan dituangkan dalam DPA Perubahan.

2. Dalam penyusunan harga di RKA dan DPA harus berdasarkan harga pasar yang wajar termasuk di dalamnya harga Operating System (OS) Original sehingga tidak akan ada lagi tanggapan bahwa harga di DPA tidak mencukupi apabila harus menggunakan OS Original.

3. Dari hal tersebut diatas jelas bahwa merupakan salah satu tugas dan kewenangan BPK memeriksa pengelolaan keuangan Negara agar setiap pengadaan barang/jasa Pemerintah tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Identifikasi Software Bajakan :

1. Apabila menggunakan OS Windows Original harus terdapat label atau stiker “Certificate of Authenticity (COA)”.
COA adalah label yang menempel di PC atau Notebook, ditengah label ini terdapat hologram vertical. COA sangat penting karena bertindak sebagai proof of license dari pre-installed software. Dalam Label ini terdapat informasi Original Equipment Manufacturing (OEM), Open License Program (OLP) ataupun Full Package Product (FPP).
• OEM : Original Equipment Manufacturing.
Adalah Lisensi melekat pada hardware dan tidak dapat ditransfer ke PC lain, sehingga jika hardware itu rusak, maka lisensi itu akan hangus. Jenis hardware disini adalah Procesor & Motherboard atau salah satunya.
Disaat kita melakukan aktivasi ada 10 jenis hardware yang akan dideteksi antara lain : Display Adapter, SCSI Adapter, IDE Adapter, Network Adapter MAC Address, kisaran ukuran RAM (0-64mb, 64-128mb, dll), Processor Type, Processor Serial Number, Hard Drive, Hard Drive Volume Serial Number, CD-ROM/CD-RW/DVD-ROM.
Product Key dan aktivasi per masing-masing komputer.
COA (Certificate of Authencity = Bukti kepemilikan license) harus ditempelkan di CPU. 1 lisensi berlaku untuk satu hardware. Lisensi OEM dibeli bersama / dibunddle dengan PC/laptop baru. Informasi lebih lanjut: Website Manufacturer
• OLP : Open License Program
Adalah Lisensi melekat atas nama Perusahaan/Organisasi yang bersangkutan dan dapat ditransfer antar PC dalam Perusahaan/Organisasi yang sama. License ini biasa digunakan untuk perusahaan yang berskala menengah dengan jumlah komputer kurang dari 250 unit PC.
Satu buah Volume License Key untuk seluruh PC dalam Perusahaan / Organisasi yang sama. Tersedia harga special untuk akademik (sekolah/universitas).
Informasi lebih lanjut: Website Manufacturer
• FPP (Full Package Product)
Lisensi melekat pada pembeli atau pemilik yaitu diri kita sendiri. COA (Certificate of Authenticity) berada di box, dan pembuktian licensenya melalui box tersebut.
Produk Key dan aktivasi per masing-masing komputer. License 1 banding 1. Transferable (apabila komputer lama rusak, license dapat dipindahkan ke komputer yang baru).
Informasi lebih lanjut: Website Manufacturer

2. Buka website http://www.microsoft.com/genuine dan lakukan validasi secara online untuk mengetahui keaslian OS.
Windows Genuine Advantage (WGA) adalah system anti pembajakan yang diciptakan Microsoft yang akan melakukan validasi secara online terhadap windows Operating Sistem (OS) yang digunakan.

3. Download program Microsoft Genuine Advantage Diagnostic Tools yang akan melakukan diagnosa terhadap windows OS yang digunakan oleh PC atau Notebook secara offline.

4. Untuk setiap pembelian PC atau Notebook baru pada umumnya dilengkapi dengan Recovery media, bisa berupa CD / DVD hologram yang akan digunakan untuk menginstal ulang pada komputer yang sama apabila terjadi kerusakan system.

http://www.lkht.net
http://www.bsa.org
http://www.microsoft.com/resources/howtotell

Thursday, September 9, 2010

Solusi Cybersquatting di Indonesia

Saat ini internet merupakan alat komunikasi terpopuler, berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pengusaha, artis, penyanyi sampai kalangan masyarakat biasa telah menikmati internet, dengan terjadinya peningkatan jumlah pemasangan website atau situs (alamat situs web) di internet, dengan berbagai macam tujuannya, baik untuk tujuan komersial maupun non komersial. Alamat situs web (domain name; nama domain) di internet, berfungsi sebagai media penghubung antara seseorang atau badan hukum yang memasang informasi dalam situs web internet dengan para pemakai jasa internet.

Pemasangan alamat situs web (domain name; nama domain) di internet terus bertambah dari waktu ke waktu, bagai pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus juga menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum, maupun cybercrime.

Di Indonesia, perkara cybersquatting, dapat dilihat pada kasus mustika-ratu.com, dimana PT.Mustika Ratu tidak dapat mendaftarkan mustika-ratu.com sebagai alamat websitenya, karena telah ada yang pihak lain, dalam hal ini Tjandra Sugiono, telah mendaftarkan mustika-ratu.com sebagai alamat websitenya.

Cybersquatting adalah mendaftar, menjual atau menggunakan nama domain dengan maksud mengambil keuntungan dari merek dagang atau nama orang lain. Umumnya mengacu pada praktek membeli nama domain yang menggunakan nama-nama bisnis yang sudah ada atau nama orang orang terkenal dengan maksud untuk menjual nama untuk keuntungan bagi bisnis mereka .

Penamaan domain berkaitan erat dengan nama perusahaan dan atau produk (servis) yang dimilikinya. Adakalanya suatu nama domain dapat dilindungi dengan hukum merek, karenanya nama domain menjadi kepemilikan dan merupakan salah satu bentuk atau bidang hak kekayaan intelektual.

Pada dasarnya untuk kasus domain name yang pendaftar (registrant) domain name maupun pemilik merek adalah sama-sama warga negara atau badan hukum Indonesia seperti kasus mustika-ratu.com, UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek di bawah yurisdiksi Indonesia sudah cukup memadai untuk dijadikan dasar hukum.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar gugatan ganti rugi dan atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek berdasarkan pasal 76 serta tuntutan pidana berdasarkan pasal 90, dapat digunakan adalah sebagai berikut:

1.    Bukti bahwa penggugat memiliki hak yang sah atas merek terkait, melalui pendaftaran atau pemakaian pertama. Tanggal pendaftaran atau pemakaian merek pertama ini harus lebih dulu dari tanggal efektif pendaftaran nama domain pihak registrant (tergugat) tersebut.
2.    Nama domain tersebut memiliki persamaan keseluruhannya atau pada pokoknya (identical or confusingly similar) dengan merek penggugat (pihak yang merasa dirugikan).
3.    Pihak registrant (tergugat) tidak cuma sekedar mendaftarkan nama domain tersebut, tetapi juga menggunakannya untuk memperdagangkan barang/jasa yang sejenis. Namun untuk merek terkenal, unsur persamaan jenis barang/jasa dapatlah dikesampingkan.
4.    Pihak registrant (tergugat) telah mendaftarkan dan memakai nama domain dengan itikad buruk.

Saturday, August 7, 2010

Hukum Investasi

Tiga faktor utama yang harus investor kembangkan untuk meraih sukses di pasar modal diluar sistem perdagangan teknis dan fundamental adalah melakukan penilaian investasi dengan menggunakan analisis teknikal ; analisis ekonomi; dan analisis rasio keuangan.

Analisis Teknikal, adalah analisis yang didasarkan atas data yang berupa grafik, program komputer, yang menggambarkan kecenderungan pasar, sekutitas atau future komoditas yang akan dipilih dalam berinvestasi. Teknik ini mengabaikan hal-hal yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan.

Salah satu bentuk analisis teknikal antara lain Grafik Sederhana seperti garfik Trend (kecenderungan) yang menggambarkan kecenderungan perkembangan suatu kegiatan (perkembangan produksi, hasil penjualan, jumlah personil, penduduk dan lain-lain).

Analisis Ekonomi, adalah analisis yang menggunakan berbagai indikator yang digunakan oleh pengambil kebijakan ekonomi. Salah satu indikator adalah tingkat Gross Domestic Product (GDP), yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang baik secara umum menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat, dan hal ini biasanya diikuti dengan kegiatan pasar modal yang semakin bergairah, sebaliknya kondisi ekonomi yang lesu akan ditunjukkan juga dari kegiatan pasar modal.

Analisis Rasio Keuangan, adalah analisis yang didasarkan pada hubungan antar pos dalam laporan keuangan perusahaan yang akan mencerminkan keadaan keuangan serta hasil dari operasional perusahaan.

Rasio keuangan ini dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu : 1). Rasio likuiditas, menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek; 2). Rasio Solvabilitas, menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang; 3). Rasio Ativitas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan harta miliknya; 4). Rasio Rentabilitas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dan 5). Rasio Pasar, menunjukkan informasi penting perusahaan yang terungkap dalam basis per saham

Tuesday, July 20, 2010

REFORMASI HUKUM DI INDONESIA, SUDAHKAH?


A. PENDAHULUAN

Peristiwa bertubi-tubi yang dialami bangsa Indonesia telah menimbulkan bermacam krisis. Upaya-upaya penyelesaian berbagai krisis yang melanda masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan, bahkan membuat kondisi rakyat, terutama rakyat kecil, makin terpuruk. Kenaikan TDL manakala di Kalimantan tiada hari tanpa byarpet, di salah satu pelosok Indonesia bahkan belum sempat mengenyam penerangan listrik. Antrian Premium di SPBU yang tidak juga mereda, harga sembako yang menggunung, bahkan istri sempat mengeluh harga cabe seribu rupiah sebuting…hmm. Dilain dunia sana elit politik bertarung bak kesetanan dalam kasus Bank Century, kemudian adanya rekening gemuk Polri, adanya kasus Gayus di Dirjen Pajak. Sungguh ironis perbandingan dua dunia itu. Apakah rakyat kecil hidup di dunia yang berbeda?
Jadi sudahkah ada reformasi di Indonesia tercinta ini, ataukah Reformasi hanya retorika elit politik di dunia sana.

Setelah terpuruk pada kondisi semacam ini, reformasi hukum adalah suatu conditio sine qua non bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan negara yang berdasar atas hukum. Hukum yang dimaksud di sini adalah hukum yang berpihak pada rakyat, yang memperhatikan keadilan sosial, sebagaimana dicantumkan dalam konstitusi. Bahwa hukum bukan hanya merupakan pedoman berperilaku bagi rakyat tapi juga bagi aparat pemerintahan dan seluruh penyelenggara kegiatan kenegaraan. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa seringkali hukum hanya dipergunakan sebagai alat untuk mengatur rakyat belaka, dan tidak dijadikan acuan bagi diri sendiri oleh Pemerintah.

Hal inilah yang pertama-tama harus disadari oleh semua pihak, agar dapat mencapai kondisi kenegaraan yang mapan dan rakyat yang sejahtera, yakni bahwa hukum harus diperlakukan sebagai panglima dalam negara hukum. Jika ingin membentuk hukum yang baik maka hukum itu harus bersifat responsif (hukum sebagai suatu sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi-aspirasi masyarakat) bukan represif (hukum sebagai alat kekuasaan represif).

B. PEMBAHASAN

Reformasi hukum sebagai suatu upaya pembaharuan yang menyeluruh secara bertahap, seyogyanya dilakukan terhadap sistem hukum yang mencakup baik substansi hukum, aparat hukum dan juga budaya hukum, memprioritaskan hanya satu dari ketiga unsur tersebut dan mengabaikan yang lain tidak akan mencapai tujuan yang ditetapkan.
Substansi hukum

Hukum di Indonesia pada masa ini memang masih banyak yang berasal dari pemerintahan kolonial Belanda. Upaya Program Legislasi Nasional merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menasionalisasikan ketentuan yang ada, dan ini bukan kegiatan yang sederhana. Namun terlepas dari program ini, masih cukup banyak produk hukum nasional yang perlu untuk dikaji kembali, bahkan diperlukan pula perangkat-perangkat hukum yang sangat diperlukan rakyat.

Makna reformasi hukum atas peraturan perundang-undangan terutama ditujukan pada kegiatan lembaga legislatif. DPR sebagai suatu lembaga tinggi yang mewakili aspirasi rakyat dalam segala aspek kehidupan, dituntut mempunyai anggota yang memiliki bukan hanya pemahaman atas konstituennya, tapi juga kepedulian yang besar akan kebutuhan sang konstituten. Sudah seharusnya bila wakil rakyat ini berjuang untuk mempertahankan dan meningkatkan hak-hak yang layak dimiliki rakyat.

Upaya utama yang perlu dilakukan adalah menyusun peraturan perundang-undangan yang mampu menciptakan suatu sistem yang akan menghasilkan wakil-wakil rakyat yang tangguh dan berorientasi pada kepentingan rakyat.

Wakil rakyat yang berorientasi pada kepentingan rakyat adalah manakala mampu bersikap dan berpendapat secara dewasa. Berpendapat dengan mengutamakan kepentingan rakyat bukan kepentingan golongan. Sering kita lihat sandiwara politik di dunia sana saat wakil rakyat berjibaku mengatasnamakan rakyat kecil, atau wakil rakyat walkout saat usulnya tidak diterima. Wakil rakyat marah-marah kepada ketua sidang. Sungguh sandiwara yang tidak sepantasnya ditunjukkan kepada rakyat Indonesia.

Dengan adanya wakil yang responsif terhadap aspirasi masyarakat dalam lembaga tinggi negara, rakyat akan merasa mempunyai pijakan dan pegangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa memiliki wakil yang responsif, rakyat tidak akan merasa menjadi bagian yang aktif dalam negara, dan akhirnya dapat mengakibatkan berbagai hal yang negatif, sebagaimana dirasakan akhir-akhir ini. Misal tindakan anarkhis dijalan.

Aparat hukum

Unsur penting lainnya dalam reformasi hukum adalah diciptakannya lembaga-lembaga penegak hukum dengan personil-personil yang berkualitas, dalam arti bukan hanya sekedar memahami hukum, akan tetapi juga menegakkan hukum dan keadilan tanpa adanya diskriminasi. Untuk ini diperlukan pula integritas moral yang tinggi, yang dapat dijaring melalui proses rekrutment, dan kemudian dibentuk lebih lanjut dalam proses pendidikan yang khusus dirancang untuk keperluan tersebut. Penggantian tokoh-tokoh kunci dalam lembaga hukum untuk kepentingan penegakan hukum kemudian menjadi sangat signifikan.

Sebagai sarana pendukung untuk membantu, pada saat ini masih diperlukan adanya mekanisme pengawasan internal yang adil dan demokratis. Berkaitan dengan hal ini perlu pula dipikirkan prosedur yang transparan untuk meyakini obyektivitas penilaian terhadap personil penegak hukum, disertai dengan reward and punishment system yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produk mereka. Bagi mereka yang menunjukkan kinerja yang baik dan produk yang berkualitas harus diberikan imbalan (reward) dalam beragam bentuk, sedang yang melanggar ketentuan harus dijatuhi punishment atau hukuman. Hukuman bukan hanya dimaksudkan untuk menunjukkan pada subyek bahwa penegak hukum juga bisa bersalah dan mendapat sanksi atas perilakunya, akan tetapi dapat sebagai cermin bagi orang lain agar tidak melakukan perbuatan yang sama.

Mengingat banyaknya keluhan masyarakat terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh penegak hukum (yang seringkali disebut "oknum"), perlu dipikirkan adanya lembaga pengawasan eksternal, suatu lembaga independen yang beranggotakan sejumlah warga masyarakat yang mempunyai pemahaman hukum dan integritas yang tinggi.
Menerima keluhan atau pengaduan dari masyarakat dan kemudian meneliti kebenaran pengaduan tersebut merupakan tugas utama lembaga ini, dan kemudian akan menyerahkan hasilnya pada lembaga yang mereka anggap berwenang untuk melakukan tindak lanjut (misalnya KPK atau BPK RI).

Budaya hukum

Salah satu hal yang dewasa ini nampaknya kurang banyak mendapat perhatian adalah budaya hukum atau legal culture. Dengan demikian hal-hal yang dimunculkan dalam budaya hukum sangat tergantung setidaknya pada dua hal yakni:
1. ketentuan hukum yang ada;
2. bentuk penegakkan hukum yang dijalankan.

Kedua hal ini pada akhirnya memberikan warna yang kental mengenai bagaimana persepsi masyarakat terhadap hukum dan penegakkannya. Pada akhirnya persepsi ini dimanifestasikan melalui sikap dan perilaku mereka dalam kaitannya dengan hukum.
Untuk menciptakan budaya hukum yang positif dan mendukung pembangunan masyarakat, oleh karenanya, tidak mungkin terlepas dari dua komponen yang disebutkan di atas, yakni substansi dan aparat hukum. Apabila dapat diyakinkan bahwa hukum yang dibentuk adalah berorientasi pada kepentingan rakyat dan berkeadilan sosial, serta aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya bersifat non-diskriminatif dan tegas, mau tidak mau secara perlahan-lahan masyarakat juga akan mengikuti pola ini; demikian pula sebaliknya.

Mungkin pekerjaan yang sulit pada masa ini adalah mengajak masyarakat untuk mempercayai pemerintah. Secara sederhana saja, berbagai unjuk rasa yang dilakukan bukan hanya oleh mahasiswa tapi juga kelompok-kelompok masyarakat lainnya, menunjukkan ketidakpuasan dan juga ketidakpercayaan pada pemerintah. Ketidakjelasan dan ketidaktransaparanan proses pengambilan keputusan misalnya, membuat masyarakat selalu diliputi oleh berbagai pertanyaan, apakah memang benar bahwa kepentingan mereka selalu diprioritaskan.

Kondisi yang tengah dialami Indonesia saat ini seharusnya telah cukup untuk menimbulkan sense of urgency pada setiap orang akan perlunya untuk kembali pada supremasi hukum. Hukum seharusnya menjadi landasan dalam berperilaku, bukan hanya bagi rakyat, tapi juga bagi pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi lainnya. Walau demikian harus diingat bahwa hukum yang dimaksud adalah hukum yang memang benar-benar diciptakan melalui proses yang benar dan sesuai dengan aspirasi rakyat, dengan mengacu pada kepentingan rakyat dan keadilan sosial. Tanpa adanya hukum yang demikian, sulit diharapkan bahwa hukum akan diterima dan dijadikan panutan. Tentu harus diingat bahwa melakukan pembaruan hukum dan aparatnya tidak dapat dilakukan dengan cepat; memang diperlukan cukup waktu, namun harus diupayakan agar pembaruan ini dapat dicapai "dalam tempo yang sesingkat-singkatnya."

C. KESIMPULAN

Partisipasi masyarakat merupakan salah satu pilar yang menjadi necessary condition untuk reformasi hukum, dan untuk ini diperlukan adanya masyarakat yang terdidik, sehingga mampu untuk mengurai makna keberadaan mereka dalam negara, termasuk menjalankan hak dan kewajiban mereka. Pada gilirannya, untuk mendampingi masyarakat yang terdidik ini, harus didukung dengan adanya pemerintahn yang baik, good governance.

Pada akhirnya, sinergi antara masyarakat yang partisipatif dengan penyelenggara pemerintahan yang demokratis, transparan, bertanggung jawab dan berorientasi pada HAM, suatu saat kelak, dapat sungguh-sungguh mewujudkan Indonesia yang berkeadilan sosial secara de facto, bukan hanya de jure.

Wednesday, July 14, 2010

PENJELASAN TERKAIT BELANJA BARANG DAN JASA DALAM HAL PENGADAAN OBAT GENERIK

KONDISI
  • Terjadi peningkatan jumlah pasien pada Trimester IV pada Rumah Sakit Umum Daerah Pemerintah Daerah ”X
  • Terjadi kekurangan obat untuk perawatan pasien (Jenis obat-obatan tertentu), sehingga pasien menebus obat-obatan di luar Rumah Sakit.
  • Adanya permohonan Penambahan Dana kepada Pemerintah Daerah dengan menggunakan dana tak terduga untuk Belanja Barang dan Jasa pengadaan bahan Obat dan belanja bahan material lainnya, dengan rincian Pengadaan Obat Generik sebesar Rp150.000.000,00
PERMASALAHAN
  1. Untuk Belanja Barang dan Jasa dalam hal Pengadaan Obat Generik sebesar Rp150.000.000,00 apakah bisa dilakukan penunjukkan langsung, mengingat kondisi ketersediaan obat dan waktu mendesak?
  2. Terkait penganggaran pada pos Belanja Tak terduga apakah dimungkinkan?

KRITERIA
  • Keppres No 80 Tahun 2003 Jo Perpres No 95 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Ketentuan Pasal 17 ayat 5 Keppres No 80 Tahun 2003 menjelaskan bahwa dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
Terkait Pengadaan Obat Generik, di dalam perubahan Ketujuh terhadap Keppres No 80 Tahun 2003 yaitu Perpres No 95 Tahun 2007 yang merubah Penjelasan Pasal 17 ayat 5 butir (e) menyebutkan bahwa yang dimaksud dalam keadaan khusus salah satunya adalah pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
  • Keputusan Menteri Kesehatan No 302/Menkes/SK/III/2008 tanggal 26 Maret 2008 tentang Harga Obat Generik.
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan Harga Netto Apotik + Pajak Pertambahan Nilai selanjutnya disingkat HNA + PPN adalah harga jual Pabrik Obat dan atau Pedagang Besar Farmasi kepada Apotik, Rumah Sakit dan Sarana Pelayanan Kesehatan. Harga Eceran Tertinggi selanjutnya disingkat HET adalah harga jual Apotik, Rumah Sakit dan Sarana Pelayanan Kesehatan.
Pabrik Obat dan Pedagang Besar Farmasi dalam menyalurkan Obat Generik kepada Apotik, Rumah Sakit, Sarana Pelayanan Kesehatan Pemerintah dan Sarana Kesehatan lainnya harus menggunakan HNA + PPN sebagai harga patokan tertinggi dan dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. Apotik, Rumah Sakit dan sarana pelayanan kesehatan yang melayani penyerahan obat generik harus menggunakan HET sebagai harga patokan tertinggi dan dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah :
Ketentuan Pasal 48 ayat (1) menjelaskan Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf h merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.
Selanjutnya pada ayat (2) dijelaskan bahwa kegiatan yang bersifat tidak biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu untuk tanggap darurat dalam rangka pencegahan gangguan terhadap stabilitas penyelenggaraan pemerintahan demi terciptanya keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat di daerah.

KESIMPULAN
Dari hal tersebut dapat disimpulkan :
  1. Terkait penunjukan langsung atas Pengadaan Obat; Penunjukan langsung kepada Pabrik Obat dan atau Pedagang Besar Farmasi, hanya dapat dilakukan bagi pengadaan dan distribusi bahan obat/obat/alat kesehatan yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 302/Menkes/SK/III/2008, dengan tidak mengabaikan prinsip efisiensi dalam pengadaan barang/jasa sebagaimana diatur dalam pasal 3 huruf a Keppres Nomor 80 Tahun 2003 yaitu diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan.Dari hal tersebut diatas jelas bahwa rincian jenis obat, satuan kemasan, HNA + PPN dan HET yang sesuai dalam kriteria Perpres No 95 Tahun 2007 adalah yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.Untuk pengadaan dan distribusi bahan obat/ obat/alat kesehatan di luar ketetapan Menteri Kesehatan harus mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Keppres Nomor 80 Tahun 2003 beserta perubahannya.
  2. Terkait Penganggaran Belanja Tidak Terduga,Penganggaran belanja tidak terduga sudah dijelaskan dalam kriteria tersebut diatas, seyogyanya Pemerintah Daerah ”X” dhi. Rumah Sakit sebagai SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) pada saat penyusunan anggaran dapat memprediksi ketersediaan obat dengan perbandingan historis. Secara normatif belanja ini tidak diperbolehkan akan tetapi dengan melihat efek cost ’n benefit kemudian melihat manfaat bagi masyarakat luas adalah merupakan salah satu pertimbangan, dengan catatan semua pertanggungjawaban dan semua proses pengujian belanja tidak terduga telah dilakukan. Kedepannya Pemerintah daerah dhi. Tim Anggaran agar lebih komprehensif dalam menguji penganggaran SKPD.