Tuesday, July 20, 2010

REFORMASI HUKUM DI INDONESIA, SUDAHKAH?


A. PENDAHULUAN

Peristiwa bertubi-tubi yang dialami bangsa Indonesia telah menimbulkan bermacam krisis. Upaya-upaya penyelesaian berbagai krisis yang melanda masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan, bahkan membuat kondisi rakyat, terutama rakyat kecil, makin terpuruk. Kenaikan TDL manakala di Kalimantan tiada hari tanpa byarpet, di salah satu pelosok Indonesia bahkan belum sempat mengenyam penerangan listrik. Antrian Premium di SPBU yang tidak juga mereda, harga sembako yang menggunung, bahkan istri sempat mengeluh harga cabe seribu rupiah sebuting…hmm. Dilain dunia sana elit politik bertarung bak kesetanan dalam kasus Bank Century, kemudian adanya rekening gemuk Polri, adanya kasus Gayus di Dirjen Pajak. Sungguh ironis perbandingan dua dunia itu. Apakah rakyat kecil hidup di dunia yang berbeda?
Jadi sudahkah ada reformasi di Indonesia tercinta ini, ataukah Reformasi hanya retorika elit politik di dunia sana.

Setelah terpuruk pada kondisi semacam ini, reformasi hukum adalah suatu conditio sine qua non bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan negara yang berdasar atas hukum. Hukum yang dimaksud di sini adalah hukum yang berpihak pada rakyat, yang memperhatikan keadilan sosial, sebagaimana dicantumkan dalam konstitusi. Bahwa hukum bukan hanya merupakan pedoman berperilaku bagi rakyat tapi juga bagi aparat pemerintahan dan seluruh penyelenggara kegiatan kenegaraan. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa seringkali hukum hanya dipergunakan sebagai alat untuk mengatur rakyat belaka, dan tidak dijadikan acuan bagi diri sendiri oleh Pemerintah.

Hal inilah yang pertama-tama harus disadari oleh semua pihak, agar dapat mencapai kondisi kenegaraan yang mapan dan rakyat yang sejahtera, yakni bahwa hukum harus diperlakukan sebagai panglima dalam negara hukum. Jika ingin membentuk hukum yang baik maka hukum itu harus bersifat responsif (hukum sebagai suatu sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi-aspirasi masyarakat) bukan represif (hukum sebagai alat kekuasaan represif).

B. PEMBAHASAN

Reformasi hukum sebagai suatu upaya pembaharuan yang menyeluruh secara bertahap, seyogyanya dilakukan terhadap sistem hukum yang mencakup baik substansi hukum, aparat hukum dan juga budaya hukum, memprioritaskan hanya satu dari ketiga unsur tersebut dan mengabaikan yang lain tidak akan mencapai tujuan yang ditetapkan.
Substansi hukum

Hukum di Indonesia pada masa ini memang masih banyak yang berasal dari pemerintahan kolonial Belanda. Upaya Program Legislasi Nasional merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menasionalisasikan ketentuan yang ada, dan ini bukan kegiatan yang sederhana. Namun terlepas dari program ini, masih cukup banyak produk hukum nasional yang perlu untuk dikaji kembali, bahkan diperlukan pula perangkat-perangkat hukum yang sangat diperlukan rakyat.

Makna reformasi hukum atas peraturan perundang-undangan terutama ditujukan pada kegiatan lembaga legislatif. DPR sebagai suatu lembaga tinggi yang mewakili aspirasi rakyat dalam segala aspek kehidupan, dituntut mempunyai anggota yang memiliki bukan hanya pemahaman atas konstituennya, tapi juga kepedulian yang besar akan kebutuhan sang konstituten. Sudah seharusnya bila wakil rakyat ini berjuang untuk mempertahankan dan meningkatkan hak-hak yang layak dimiliki rakyat.

Upaya utama yang perlu dilakukan adalah menyusun peraturan perundang-undangan yang mampu menciptakan suatu sistem yang akan menghasilkan wakil-wakil rakyat yang tangguh dan berorientasi pada kepentingan rakyat.

Wakil rakyat yang berorientasi pada kepentingan rakyat adalah manakala mampu bersikap dan berpendapat secara dewasa. Berpendapat dengan mengutamakan kepentingan rakyat bukan kepentingan golongan. Sering kita lihat sandiwara politik di dunia sana saat wakil rakyat berjibaku mengatasnamakan rakyat kecil, atau wakil rakyat walkout saat usulnya tidak diterima. Wakil rakyat marah-marah kepada ketua sidang. Sungguh sandiwara yang tidak sepantasnya ditunjukkan kepada rakyat Indonesia.

Dengan adanya wakil yang responsif terhadap aspirasi masyarakat dalam lembaga tinggi negara, rakyat akan merasa mempunyai pijakan dan pegangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa memiliki wakil yang responsif, rakyat tidak akan merasa menjadi bagian yang aktif dalam negara, dan akhirnya dapat mengakibatkan berbagai hal yang negatif, sebagaimana dirasakan akhir-akhir ini. Misal tindakan anarkhis dijalan.

Aparat hukum

Unsur penting lainnya dalam reformasi hukum adalah diciptakannya lembaga-lembaga penegak hukum dengan personil-personil yang berkualitas, dalam arti bukan hanya sekedar memahami hukum, akan tetapi juga menegakkan hukum dan keadilan tanpa adanya diskriminasi. Untuk ini diperlukan pula integritas moral yang tinggi, yang dapat dijaring melalui proses rekrutment, dan kemudian dibentuk lebih lanjut dalam proses pendidikan yang khusus dirancang untuk keperluan tersebut. Penggantian tokoh-tokoh kunci dalam lembaga hukum untuk kepentingan penegakan hukum kemudian menjadi sangat signifikan.

Sebagai sarana pendukung untuk membantu, pada saat ini masih diperlukan adanya mekanisme pengawasan internal yang adil dan demokratis. Berkaitan dengan hal ini perlu pula dipikirkan prosedur yang transparan untuk meyakini obyektivitas penilaian terhadap personil penegak hukum, disertai dengan reward and punishment system yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produk mereka. Bagi mereka yang menunjukkan kinerja yang baik dan produk yang berkualitas harus diberikan imbalan (reward) dalam beragam bentuk, sedang yang melanggar ketentuan harus dijatuhi punishment atau hukuman. Hukuman bukan hanya dimaksudkan untuk menunjukkan pada subyek bahwa penegak hukum juga bisa bersalah dan mendapat sanksi atas perilakunya, akan tetapi dapat sebagai cermin bagi orang lain agar tidak melakukan perbuatan yang sama.

Mengingat banyaknya keluhan masyarakat terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh penegak hukum (yang seringkali disebut "oknum"), perlu dipikirkan adanya lembaga pengawasan eksternal, suatu lembaga independen yang beranggotakan sejumlah warga masyarakat yang mempunyai pemahaman hukum dan integritas yang tinggi.
Menerima keluhan atau pengaduan dari masyarakat dan kemudian meneliti kebenaran pengaduan tersebut merupakan tugas utama lembaga ini, dan kemudian akan menyerahkan hasilnya pada lembaga yang mereka anggap berwenang untuk melakukan tindak lanjut (misalnya KPK atau BPK RI).

Budaya hukum

Salah satu hal yang dewasa ini nampaknya kurang banyak mendapat perhatian adalah budaya hukum atau legal culture. Dengan demikian hal-hal yang dimunculkan dalam budaya hukum sangat tergantung setidaknya pada dua hal yakni:
1. ketentuan hukum yang ada;
2. bentuk penegakkan hukum yang dijalankan.

Kedua hal ini pada akhirnya memberikan warna yang kental mengenai bagaimana persepsi masyarakat terhadap hukum dan penegakkannya. Pada akhirnya persepsi ini dimanifestasikan melalui sikap dan perilaku mereka dalam kaitannya dengan hukum.
Untuk menciptakan budaya hukum yang positif dan mendukung pembangunan masyarakat, oleh karenanya, tidak mungkin terlepas dari dua komponen yang disebutkan di atas, yakni substansi dan aparat hukum. Apabila dapat diyakinkan bahwa hukum yang dibentuk adalah berorientasi pada kepentingan rakyat dan berkeadilan sosial, serta aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya bersifat non-diskriminatif dan tegas, mau tidak mau secara perlahan-lahan masyarakat juga akan mengikuti pola ini; demikian pula sebaliknya.

Mungkin pekerjaan yang sulit pada masa ini adalah mengajak masyarakat untuk mempercayai pemerintah. Secara sederhana saja, berbagai unjuk rasa yang dilakukan bukan hanya oleh mahasiswa tapi juga kelompok-kelompok masyarakat lainnya, menunjukkan ketidakpuasan dan juga ketidakpercayaan pada pemerintah. Ketidakjelasan dan ketidaktransaparanan proses pengambilan keputusan misalnya, membuat masyarakat selalu diliputi oleh berbagai pertanyaan, apakah memang benar bahwa kepentingan mereka selalu diprioritaskan.

Kondisi yang tengah dialami Indonesia saat ini seharusnya telah cukup untuk menimbulkan sense of urgency pada setiap orang akan perlunya untuk kembali pada supremasi hukum. Hukum seharusnya menjadi landasan dalam berperilaku, bukan hanya bagi rakyat, tapi juga bagi pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi lainnya. Walau demikian harus diingat bahwa hukum yang dimaksud adalah hukum yang memang benar-benar diciptakan melalui proses yang benar dan sesuai dengan aspirasi rakyat, dengan mengacu pada kepentingan rakyat dan keadilan sosial. Tanpa adanya hukum yang demikian, sulit diharapkan bahwa hukum akan diterima dan dijadikan panutan. Tentu harus diingat bahwa melakukan pembaruan hukum dan aparatnya tidak dapat dilakukan dengan cepat; memang diperlukan cukup waktu, namun harus diupayakan agar pembaruan ini dapat dicapai "dalam tempo yang sesingkat-singkatnya."

C. KESIMPULAN

Partisipasi masyarakat merupakan salah satu pilar yang menjadi necessary condition untuk reformasi hukum, dan untuk ini diperlukan adanya masyarakat yang terdidik, sehingga mampu untuk mengurai makna keberadaan mereka dalam negara, termasuk menjalankan hak dan kewajiban mereka. Pada gilirannya, untuk mendampingi masyarakat yang terdidik ini, harus didukung dengan adanya pemerintahn yang baik, good governance.

Pada akhirnya, sinergi antara masyarakat yang partisipatif dengan penyelenggara pemerintahan yang demokratis, transparan, bertanggung jawab dan berorientasi pada HAM, suatu saat kelak, dapat sungguh-sungguh mewujudkan Indonesia yang berkeadilan sosial secara de facto, bukan hanya de jure.

No comments:

Post a Comment

Cek